Suatu malam saya ingin sekali mencari referensi lebih tentang dinar dan dirham. Maka berselancarlah saya ke alam Maya. Pencarian mulai dari berbentuk tulisan yang berupa uraian, analisa hingga testimoni hingga video.
Dengan kata kunci yang sempit saya menemui beberapa video yang menarik perhatian saya. Terutama saya lihat dari kapasitas sang pemateri. Hingga sampailah saya pada satu video yang menampilkan DR. Syafei Antonio yang berbicara dalam suatu forum semacam seminar atau talk show di suatu kampus terkenal ibu kota.
Nah sekian panjang uraian tersebut yang menarik adalah pada awal bermateri beliau memaparkan salah satu sebab kemunduran umat Islam. Menurut beliau perspektif umat Islam yang sangat sempit tentang fardhu kifayah adalah hal sangat signifikan.
Ketika ingin shalat kita wajib menutup aurat bisa dibayangkan berapa besar kebutuhan umat akan tekstil. Namun yang menguasai pangsa pasar tekstil bukan umat muslim. Ketika beribadah kita butuh penerangan yang baik agar nyaman. Namun adakah merek bohlam yang walau bukan produksi umat muslim Indonesia minimal produksi negara muslim, tentu belum ada.
Bahkan yang paling miris kata beliau adalah ibadah kolosal umat muslim yaitu ibadah haji. Banyak sekali industri disitu yang terlibat tapi tak ada industri yang dominan yang dikuasai oleh negara Islam. Tak kurang hampir seratusan industri yang bepautan dengan ibadah haji. Dari mulai pesawat mereknya kalau tidak Boeing ya Mcdouglas ataupun air bus, bukan produksi negara muslim.
Lalu yang paling simpel pernak pernik haji dan sovenir, juga sering kita jumpai tulisan Made in China. Belum lagi bus pengangkut jama'ah haji di Makah maupun di Madinah kalo tidak produksi Jepang , Korea, ya produksi Eropa.
Baik kawan kita kembali kebahasaan. Bila melihat literatur maka fardhu kifayah adalah kewajiban umat yang bila seorang atau beberapa orang saja yang menuntutnya sudah menggugurkan kewajiban dan dosa sekelompok golongan. Masalahnya adalah hingga hari ini bila kita tanya perkara fardhu kifayah maka hampir semua golongan umur menganalogikan dengan penyelenggaraan jenazah dari mandi lingga liang lahat. Itu tak terbantahkan memang begitu adanya.
Namun bila kita melihat perkembangan kebutuhan umat maka menuntut ilmu yang berkaitan dengan tekhnologi adalah kifayah yang sangat besar. Bisakah anda bayangkan bila suatu saat semua perusahaan pabrik pesawat memboikot Indonesia, minimal mereka mengembargo suku cadang, rumitkan?
Atau mari kita lihat dari semua kita bila di sensus merek handphone yang kita pakai tak ada yang merek dari negara Islam. Lalu bila suatu saat mereka bermufakat memboikot kita dengan tidak mengizinkan lagi jasa sewa satelit maka bagaimana nasib handphone kita.
Kondisi minim penguasaan tehnologi ini diperparah lagi bahwa sebagai besar bangsa yang mayoritas muslim adalah masyarakat yang konsumtif bukan produktif.
Maka saya kira mulai sekarang dengan perlahan mari kita ubah mindset dan sebagai langkah kongkritnya kita sekolahkan generasi kedepan untuk menguasai tehnologi tentu setelah menanamkan dengan kuat nilai agama dan keimanan dengan sangat kokoh.
Ketika saya kecil dulu pernah ada kasus dugaan perasa makanan yang diduga menggunakan lemak babi sebagai katalisator dalam proses produksinya. Masalah itu begitu riuh saat itu. Namun andai saja saat itu ada seorang sarjana tehnologi industri yang pernah nyantri tentu akan mudah mengurai masalah.
Semoga tulisan sederhana ini bisa membuka wacana kita dan saya berharap berguna adanya.
Salam literasi !
Posted from my blog with SteemPress : https://malas-nulis.000webhostapp.com/2018/07/sempitnya-persepsi-kifayah-salah-satu-sebab-kemunduran-umat-islam